By Rasyid Alamsyah
270110090138
Secara keseluruhan, daerah Bandung bagian selatan tersusun oleh batuan hasil kegiatan gunung api. Penelitian di wilayah ini dilandasi keinginan untuk memahami geologi gunung api di daerah Bandung dan sekitarnya termasuk asal-usul pembentukan Cekungan Bandung (Bronto & Hartono, 2006). Cekungan Bandung hampir dikelilingi oleh gunung api; bahkan di tengah-tengahnya juga terdapat batuan gunung api (Silitonga, 1973; Alzwar drr., 1992). Informasi mengenai mengapa dan bagaimana daerah Bandung sampai dikuasai oleh batuan gunung api sangat diperlukan guna mengetahui lebih lanjut potensi sumber daya sekaligus bencana geologi akibat kegiatan gunung api. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah vulkanisme di daerah Bandung Selatan. Penelitian mencakup analisis citra landsat, geomorfologi, dan stratigrafi gunung api berdasarkan data lapangan yang dilengkapi dengan data petrografi , serta penentuan umur mutlak batuan. Hasil olahan data itu untuk mengetahui urut-urutan peristiwa vulkanisme berdasarkan sumber dan waktu pembentukan batuan gunung api yang ada di daerah penelitian. Berbagai macam batuan tersebut dikelompokkan ke dalam satuan-satuan batuan berdasarkan satuan stratigrafi gunung api termasuk sumber erupsi gunung api yang menghasilkannya (Martodjojo dan Djuheni, 1996). Data stratigrafi gunung api dan struktur geologi yang ada dituangkan ke dalam peta geologi tematik gunung api. Permasalahan utama di dalam penelitian ini adalah
menentukan sumber erupsi dan sebaran batuan, komposisi batuan, serta penentuan umur kegiatan gunung api.
Daerah penelitian mencakup wilayah Kabupaten Bandung bagian selatan, Propinsi Jawa Barat (Gambar 1), antara kota Majalaya di sebelah timur sampai dengan Soreang di sebelah barat, serta Pangalengan di sebelah selatan. Daerah penelitian dapat dicapai dengan kendaraan roda empat, tetapi untuk penjelajahan medan, melalui jalan setapak dan aliran sungai, dilakukan dengan jalan kaki. Berdasarkan pembagian peta dasar rupa bumi skala 1:25.000
STRATIGRAFI GUNUNG API
Dari analisis citra landsat, penelitian langsung di lapangan dan penentuan umur radiometri dapat
diidentifi kasi kerucut gunung api tertua sampai termuda yang mencerminkan stratigrafi gunung api tersebut. Pembagian satuan batuan mengacu kepada stratigrafi gunung api di dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (Martodjojo dan Djuheni, 1996) dengan mengetengahkan sumber asal erupsi gunung api. Parameter komposisi litologi tidak cukup kuat menjadi pemisah satuan batuan, karena di dalam kegiatan vulkanisme suatu sumber erupsi gunung api dapat menghasilkan komposisi berbeda. Sebaliknya, pada sumber erupsi dan umur berbeda dapat menghasilkan komposisi batuan yang sama. Berdasarkan sumber erupsinya, batuan gunung
api di daerah Bandung Selatan dapat dibagi menjadi sembilan satuan batuan ditambah satuan batuan Piroklastika Pangalengan (PP) dan Endapan Aluvium (Al; Gambar 3). Seluruh satuan batuan dan endapan tersebut menumpang di atas batuan gunung api Miosen (MiV, 12,0 ± 0,1 jtl.) yang berada di bawah permukaan (Pertamina, 1988; vide Soeria- Atmadja drr., 1994). Batuan gunung api tertua di daerah Bandung Selatan ini didapatkan berdasarkan data pemboran Geotermal di bawah Gunung Wayang, berupa lava andesit piroksen kapur alkali. Ke sembilan satuan batuan gunung api tersebut (Tabel 2a dan 2b) adalah:
1. Satuan Batuan Gunung Api Soreang (SV),
2. Satuan Batuan Gunung Api Baleendah (BV),
3. Satuan Batuan Gunung Api Pangalengan (PV),
4. Satuan Batuan Gunung Api Tanjaknangsi (TV),
5. Satuan Batuan Gunung Api Kuda (KV),
6. Satuan Batuan Gunung Api Kendang (KdV),
7. Satuan Batuan Gunung Api Dogdog (DV),
8. Satuan Batuan Gunung Api Wayang-Windu (WV), dan
9. Satuan Batuan Gunung Api Malabar (MV).
Satuan Batuan Gunung Api Soreang (SV)
Satuan batuan ini tersebar di sudut barat laut daerah penelitian, atau di barat laut kota Soreang
yang merupakan ibu kota Kabupaten Bandung. Dari citra landsat kawasan Gunung Soreang berbentuk membulat, sehingga puncaknya dinamakan Gunung Buleud, dan mempunyai relief paling kasar dibandingkan dengan kawasan gunung api yang lain. Di bagian tengah terdapat morfologi cekungan melingkar yang diperkirakan sebagai fasies sentral gunung api purba tersebut. Batuan pada fasies proksimal membentuk punggungan perbukitan yang melandai
ke arah fasies medial, tetapi berlereng curam menuju fasies sentral (Gambar 4). Agak terpisah di tepi timur laut terdapat tinggian yang juga mempunyai bentuk bukaan ke arah timur menghadap ke Dataran Bandung. Bentuk tinggian dan bukaan tersebut diperkirakan sebagai kerucut gunung api kedua didalam kawasan Gunung Soreang. Batuan penyusun yang tersingkap di Dusun Sindangsari, Desa Kutawaringin adalah lava dasit (lokasi 7o 00’ 14,7” LS – 107o 31’ 07,8” BT; Gambar 5). Batuan beku ini berwarna abu-abu terang, sangat keras, bertekstur porfi roafanitik, berstruktur massif sampai berlubang halus, mengandung fenokris plagioklas, horenblenda, dan kuarsa di dalam massa dasar afanitik. Berdasarkan hasil penelitian Sunardi dan Koesoemadinata (1999) di Selacau dan Paseban yang berada di sebelah utara kawasan Gunung Soreang, maka gunung api purba tersebut diperkirakan aktif pada umur Pliosen Bawah atau sekitar 4,0 jtl.
Satuan Batuan Gunung Api Baleendah (BV)
Satuan batuan ini terletak di bagian tengah daerah penelitian. Sebaran ke arah utara – selatan berada di wilayah Kecamatan Baleendah dan Kecamatan Arjasari. Ke arah barat dan timur satuan batuan ini melebar ke wilayah Kecamatan Banjaran dan Kecamatan Ciparay. Secara morfologi satuan batuan ini membentuk perbukitan dengan puncak bernama Gunung Geulis (1154 m) di bagian barat, Gunung Pipisan (1071 m) di bagian tengah, dan Gunung Bukitcula (1073 m) di bagian timur. Berdasar analisis morfostratigrafi , terdapat tiga fase gunung api purba. Fase pertama adalah kerucut gunung api tertua yang terletak di bagian timur dengan puncak sekarang Gunung Bukitcula yang berumur 3,20 juta tahun (Sunardi & Koesoemadinata, 1999). Fase kedua merupakan kerucut gunung api di sebelah barat dengan puncak Gunung Geulis dan Gunung Pipisan yang berumur 2,80 juta tahun. Fase ketiga adalah kerucut gunung api di sebelah selatan-tenggara yang membentuk morfologi seperti bulan sabit membuka ke barat daya. Puncak sisa gunung api purba fase ketiga ini adalah Gunung Tikukur (1020 m). Tubuh bagian selatan kompleks Gunung Baleendah ini sudah terpotong oleh sesar dan menjadi blok turun yang kemudian ditutupi oleh batuan gunung api Malabar, namun demikian morfologi
fasies proksimal lereng utara Gunung Baleendah ini masih terlihat cukup jelas (Gambar 6). Satuan batuan ini utamanya tersusun oleh perlapisan aliran lava andesit (Gambar 7) dengan sisipan breksi piroklastika. (Gambar 8). Secara umum, kedudukan perlapisan batuan miring ke utara seiring melandainya punggungan perbukitan. Lava andesit itu berwarna abu-abu, bertekstur porfiroafanitik, berstruktur masif sampai berlubang halus - sedang. Komposisi mineral fenokris adalah plagioklas, piroksen, dan horenblenda yang tertanam di dalam massa dasar afanitik. Breksi piroklastika berwarna putih abu-abu lapuk, mengandung bom kerak roti yang tertanam di dalam matriks tuf-lapili
Korelasi Stratigrafi Satuan Batuan Gunung Api di Daerah Bandung Selatan
Satuan Batuan Gunung Api Pangalengan (PV)
Satuan batuan ini tersebar di barat laut, selatan, dan tenggara Dataran Tinggi Pangalengan. Di bagian barat laut Gunung Pangalengan purba meninggalkan dua puncak, yakni Gunung Tilu (2056 m) dan Gunung Lamajang (1758 m), sedangkan salah satu puncak di bagian tenggara adalah Gunung Kancana (2199 m). Bentang alam Gunung Tilu dan Gunung Lamajang melandai ke barat laut tetapi membentuk gawir terjal ke tenggara (Gambar 9) atau menghadap ke Dataran Pangalengan dan Situ Cileunca. Sebaliknya, Gunung Kancana (2199 m) melandai ketenggara dan membentuk lereng terjal ke utara dan barat laut menghadap ke Dataran Pangalengan dan Situ Cileunca. Penampakan itu menunjukkan fasies proksimal kerucut Gunung Pangalengan purba yang tersusun terutama oleh aliran lava basal (lokasi 7o 09’ 28,9” LS – 107o 32’ 56,0” BT ). Jarak antara Gunung Tilu-Lamajang di sebelah barat laut hingga Gunung Kancana di bagian tenggara sekitar 20 km. Diperkirakan Dataran Pangalengan dan Situ Cileunca sekarang ini merupakan bekas Kaldera Pangalengan yang meletus besar setelah fase konstruksi kerucut komposit Gunung Pangalengan. Kaldera Pangalengan kemudian ditutupi oleh produk gunung api lebih muda di sekelilingnya, termasuk munculnya Gunung Windu di bagian tengah dan Gunung Malabar di tepi utara.
Satuan Batuan Gunung Api Tanjaknangsi (TV)
Gunung Tanjaknangsi terletak di sebelah barat laut Gunung Tilu - Lamajang dan ke barat laut berbatasan dengan G. Soreang. Selain G. Tanjaknangsi sendiri (1505 m), di sebelah selatan dan utaranya terdapat dua puncak, masing-masing Gunung Tikukur (1399 m) dan Gunung Bubut (1341 m). Celah lebar di bagian puncak yang membuka ke timur laut dan barat diperkirakan bekas kawah atau fasies pusat gunung api tua ini. Pada fasies proksimal- medial, batuan penyusun terdiri atas aliran lava, breksi piroklastika, batulapili, tuf, dan breksi lahar (lokasi 7o 02’ 41,0” LS – 107o 29’ 57,2” BT, Gambar 10). Secara fi sik aliran lava tersebut berupa breksi
autoklastika sampai membentuk batuan beku masif. Aliran lava berkomposisi andesit basal, berwarna abu-abu gelap, bertekstur porfi roafanitik, struktur masif sampai berlubang halus - sedang. Fenokris terdiri atas piroksen dan plagioklas yang tertanam di dalam massa dasar afanitik. Breksi tuf dan tuf lapili merupakan batuan piroklastika yang mengandung fragmen bom dan blok gunung api di dalam matriks abu gunung api. Breksi lahar dicirikan oleh bentuk fragmen menyudut tanggung - membulat tanggung, yang mengambang di dalam matriks, dan terdiri atas aneka bahan. Berdasarkan analisis morfologi gunung api, Gunung Tanjaknangsi muncul pada lereng utara Gunung Pangalengan sehingga gunung api itu diperkirakan sebagai kerucut parasit Gunung Pangalengan.
Satuan Batuan Gunung Api Kuda (KV)
Gunung Kuda merupakan sebuah kerucut gunung api yang sangat besar di sebelah barat daerah penelitian. Berdasarkan citra landsat gunung api ini mempunyai kaldera yang membuka ke arah
selatan – barat daya. Daerah penelitian hanya mencakup fasies proksimal - medial bagian timur.
Bagian ini masuk menjorok atau mengisi Dataran Pangalengan bagian barat, sehingga hal itu menjadi penunjuk bahwa kegiatan Gunung Kuda terjadi setelah pembentukan Kaldera Pangalengan. Pada umumnya batuan penyusun sudah sangat lapuk menjadi tanah berwarna merah coklat. Batuan segar berupa bongkah (lokasi 7o 12’ 16,1” LS – 107o 31’ 22,5” BT) menunjukkan komposisi andesit basal piroksen. Batuan berwarna abu-abu, bertekstur porfiro afanitik, struktur masif sampai berlubang halus, fenokris terdiri atas plagioklas dan piroksen berbutir halus - sedang (1-3 mm) tertanam di dalam massa dasar afanitik.
Satuan Batuan Gunung Api Kendang (KdV)
Batuan Gunung Kendang tersebar di bagian timur daerah penelitian atau di sebelah utara Gunung
Papandayan. Ada dua puncak dari gunung api ini, yaitu Gunung Kendang (2617 m) di sebelah
selatan dan Gunung Guha (2397 m) di sebelah utara. Dari citra landsat, deretan Gunung Guha dan Gunung Kendang membentuk morfologi bulan sabit membuka ke timur. Daerah penelitian merupakan tubuh bagian barat Gunung Kendang (Gambar 11). Bagian ini masuk menjorok atau mengisi Dataran
STRUKTUR GEOLOGI
Analisis citra landsat menunjukkan bahwa kelurusan pada umumnya berarah tenggara – barat laut dan timur tenggara - barat barat laut. Kelurusan yang diyakini sebagai sesar memotong Kaldera Malabar mengakibatkan bentuk perbukitan terpotong-potong dan membentuk gawir di sekitar Pasir Panjang (lokasi 7o 14’ 25,9” LS – 107o 38’ 51,7” BT dan 7o 14’ 48,4” LS – 107o 37’ 51,0” BT). Kelurusan yang memotong lereng barat laut Gunung Tanjaknangsi menunjukkan adanya kekar sejajar dan intensif pada lokasi 06/SB/13. Sesar yang cukup jelas ditemukan buktinya di lapangan adalah Sesar Tarikolot (lokasi 7o01’ 56,4” LS – 107o 36’ 28,3” BT), di mana blok selatan relatif turun terhadap blok utara. Sesar Tarikolot ini memotong batuan gunung api purba Baleendah.
SEJARAH GEOLOGI GUNUNG API
Vulkanisme di daerah Bandung Selatan ini dimulai dari erupsi gunung api pada Kala Miosen (lk. 12 jtl.) yang menghasilkan aliran lava andesit piroksen kapur alkali (MiV) yang pada saat ini sudah tertimbun di bawah batuan gunung api Kuarter Wayang- Windu. Kegiatan gunung api berikutnya pada umur Pliosen (4 – 2,6 jtl.) membentuk Gunung Soreang (SV) dan Gunung Baleendah (BV) yang berkomposisi dasit dan andesit. Pada Kala Plistosen Gunung Pangalengan purba membangun diri membentuk kerucut komposit berkomposisi basal (PV). Sebagai parasit Gunung Pangalengan adalah Gunung Tanjaknangsi (TV) yang muncul di lereng barat laut. Gunung Pangalengan ini kemudian meletus besar membentuk Kaldera Pangalengan yang menghasilkan Batuan Piroklastika Pangalengan bagian bawah (PV). Kaldera Pangalengan ini selanjutnya ditutupi oleh satuan batuan Gunung Kuda (KV) di sebelah barat dan Gunung Kendang (KdV) di sebelah timur. Gunung api yang disebutkan terakhir itu mempunyai kerucut parasit pada lereng utara yang disebut Gunung Dogdog (DV). Sementara itu di tengah-tengah Kaldera Pangalengan muncul Gunung Windu (WV) yang berkomposisi andesit dan di tepi utara muncul Gunung Malabar yang berkomposisi basal – andesit basal (MV). Hasil letusan gunung api tersebut membentuk satuan batuan Piroklastika Pangalengan bagian atas (PP) yang diendapkan di dataran tinggi Pangalengan. Pengerjaan ulang batuan gunung api tersebut membentuk endapan aluvium yang disalurkan melalui aliran Ci Tarum beserta anak-anak cabangnya untuk kemudian diendapan di dalam Cekungan Bandung. Kemunculan gunung api tersebut tidak lepas dari pengaruh kegiatan tektonika dan pensesaran di daerah Bandung Selatan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Bentang alam daerah Bandung Selatan terdiri atas pegunungan (1300 – 2300 m) di bagian selatan, perbukitan (lk. 1000 m) di bagian tengah dan dataran tinggi Bandung di bagian utara (700 m) serta dataran tinggi Pangalengan, (1400 m) di bagian selatan. Sungai utama di daerah ini adalah Ci Tarum, yang mempunyai tiga cabang yakni Ci Hejo, Ci Sangkuy, dan Ci Widey. Batuan gunung api dibagi menjadi sebelas satuan batuan, sembilan di antaranya teridentifi kasi sumber erupsinya, berumur Tersier sampai dengan Kuarter - masa kini. Secara stratigrafi s, ke sembilan satuan batuan gunung api tersebut adalah Satuan Batuan Gunung Api Soreang (SV), Baleendah (BV), Pangalengan (PV), Tanjaknangsi (TV), Kuda (KV), Kendang (KdV), Dogdog (DV), Wayang-Windu (WV), dan Satuan Batuan Gunung Api Malabar (MV). Satuan Batuan Piroklastika Pangalengan (PP) berasal dari banyak sumber erupsi gunung api, sedangkan Endapan Aluvium (Al) merupakan hasil pengerjaan ulang seluruh batuan gunung api primer tersebut di atas. Pada umumnya batuan berkomposisi basal-andesit basal dan andesit, hanya
produk Gunung Soreang yang berkomposisi dasit. Dijumpainya batuan gunung api Tersier bersamasama dengan batuan gunung api berumur Kuarter di daerah Bandung Selatan ini mendukung Konsep Tumpang Tindih Vulkanisme (Super Imposed Volcanisms, Bronto drr., 2006). Sistem sesar berarah tenggara-barat laut dan timur tenggara – barat barat laut diperkirakan ikut mengontrol kemunculan gunung api di daerah penelitian. Indikasi mineralisasi logam sulfi da terdapat di fasies sentral Gunung Soreang, Gunung Kuda, dan Gunung Dogdog. Untuk mengetahui sejauh mana potensi sumber daya mineral di daerah Bandung Selatan ini, maka diperlukan penelitian khusus mineralisasi. Daerah Bandung Selatan juga mempunyai potensi bencana geologi, meliputi gempa bumi tektonik, letusan gunung api, dan tanah longsor. Untuk mengantisipasi kemungkinan buruk tersebut, maka penelitian dan mitigasi bencana geologi juga disarankan untuk dilakukan oleh pihak yang berwenang.