Pages

Monday, December 27, 2010

Analisis Fasies Seismik (Seismic Facies Analysis)

Lutfiardi Norman Affandi
270110090012



Hidrokarbon (minyak dan gas) terdapat di dalam batuan sediment yang terbentuk dalam berbagai lingkungan pengendapan seperti channel sungai, sistem delta, kipas bawah laut (submarine fan), carbonate mound, dan reef. Batuan sedimen yang terbentuk pada berbagai lingkungan pengendapan tersebut dikenal dengan benda geologi.

Gelombang seismik yang menembus dan terefleksikan kembali ke permukaan akan memberikan gambaran bentuk eksternal dan tekstur internal dari benda-benda geologi tersebut. Analisis bentuk eksternal dan tekstur internal benda geologi dari penampang rekaman seismik dikenal dengan analisa fasies seismik atau seismic facies analysis.

Terdapat 8 jenis bentuk eksternal benda geologi: sheet, sheet drape, wedge, bank, lens, mound, fan dan fill.

Stratigrafi Geokronometri

Nama : Suhendar Trianto
Npm  : 270110090003


Tulisan ini disadur dari nara sumber Awang H Satyana (praktisi dari BPMIGAS)

Negara di  Indonesia,  terutama hanya banyak bermain di hampir 1,5 % saja episode Bumi bernama zaman Paleogen dan Neogen. Atau, manusia hanya “banyak” tahu di hampir 12 % saja episode Bumi bernama kurun Fanerozoikum, sementara 88 % episode Bumi yaitu sejak penciptannya sampai Kambrium, pengetahuan kita sedikit sekali. Ini adalah cerita tentang yang sedikit sekali itu, pra-Kambrium, yang serbalangka dan serbarumit.
“Studying the Earth becomes increasingly difficult and uncertain the further one goes back in geological time” (Robb et al., 2004)
Berikut ini adalah uraian singkat tentang stratigrafi pra-Kambrium (pre-Cambrian) berdasarkan beberapa sumber dan bagaimana kabarnya di Indonesia . Nama2 waktu geologi diterjemahkan dari bahasa aslinya mengacu kepada Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1980) dan Kamus Istilah Geologi (Purbo-Hadiwidjoyo, 1981)
Bumi berdasarkan pengetahuan terbaru dibentuk pada 4560 Ma (million years ago) Kambrium dimulai pada 542 Ma (Geologic Time Scale 2004 – Gradstein et al., 2004). Maka, pra-Kambrium berlangsung dari 4560-542 Ma, atau meliputi sekitar 7/8 sejarah Bumi. Sungguhpun demikian, betapa sedikitnya pengetahuan kita tentangnya. Kurun Fanerozoikum (Phanerozoic) 542 Ma-sekarang adalah kurun biostratigrafi, dimulai dengan melimpahnya fosil akibat Cambrian Explosion terus sampai ke zaman Kenozoikum. Pembagiannya ke dalam masa, zaman, kala, dan tingkat (stage, pembagian internasional) adalah didasarkan kepada biostratigrafi. Sementara itu, pembagian waktu pra-Kambrium didasarkan kepada geokronometri isotop-isotop radioaktif pada mineral, batuan, dan kerak yang ditemui. Bisa dipahami sebab kehidupan pada pra-Kambrium sangat minimal dan baru berkembang.
geologic time scale
skala waktu geologi menurut Thomson

BIOSTRATIGRAFI

OLEH FANDY AHMAD KURNIAWAN/270110090007

Stratigrafi adalah Ilmu yang mempelajari proses pengendapan suatu lapisan batuan serta distribusinya untuk menceritakan sejarah sedimentasi tersebut. Dari hasil pembelajaran tersebut maka akan mendapatakan perbandingan yang nantinya akan dikorelasi berdasarkan litologi dari hasil sedimentasi yang di sebut Litho stratigrafi, serta kandungan Bio yang di sebut bio stratigrafi, maka akan di dapatkan umur relatif dari strata lapisan tersebut untuk diceritakan sejarahnya yang biasa di sebut krono stratigrafi. Setiap ilmu terapan dalam cabang geologi memang memiliki cakupan yang sangat luas apalagi ingin membahas secara detail. dan juga di butuhkan proses tapi sekarang proses itu lagi terhambat dikarenakan adanya kepentingan-kepentingan yang tidak logis dan juga aneh bagi saya.

Sunday, December 26, 2010

LINGKUNGAN PENGENDAPAN

Oleh: Nadhirah Seraphine
NPM : 270110090001


Prinsip dari analisa stratigrafi untuk mengetahui lingkungan pengendapan.
Lingkungan pengendapan akan berhubungan dengan bahan galian yg bernilai ekonomis, ex : minyak bumi, batu bara, bijih2 logam dsb.

Definisi tentang lingkungan pengendapan :

a. Krumbein & Sless (1963)
Suatu kompleks dari sifat fisik, kimia dan biologis dimana sedimen tersebut diendapkan.
b. Potter (1967)
Suatu tempat yg ditegaskan oleh sejumlah sifat fisik, kimia dan beberapa varietasnya yg akan dibatasi dengan adanya suatu satuan geomorfik dalam ukuran dan bentuk tertentu.
c. Selley (1970)
Suatu bagian di permukaan bumi dimana sifat-sifat fisik, kimia dan biologis berpengaruh terhadap proses pengendapan, dan kondisi ini dapat dibedakan dengan kondisi tempat sekitarnya.
Kesimpulan : Lingkungan pengendapan adalah suatu tempat pengendapan yang dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan biologis dimana sedimen tersebut diendapkan.

Berdasarkan konsep Uniformitarisme : “ The Present is The Key to The Past “, selamanya tidak selalu benar, karena lingkungan pengendapan purba berbeda dgn lingkungan pengendapan saat ini :

a. Rekonstruksi endapan purba sering dilakukan dengan interpretasi, sehingga belum tentu dianggap benar.
b. Data-data dari endapan purba hanya bersifat interpretasi secara global, sehingga data-data belum spesifik.
c. Interpretasi lapangan untuk endapan saat ini lebih spesifik dan telah dilakukan secara kontinyu, sehingga data lebih akurat dan up to date.

Tuesday, December 21, 2010

SIKUEN STRATIGRAFI


270110090012
Lutfiardi Norman Affandi
            Seperti yang kita ketahui sikuen stratigrafi merupakan suatu metode pengendapan-pengendapan pada suatu cekungan sedimentasi, dan sikuen ini juga dapat diterapkan dalam suatu evaluasi eksplorasi hidrokarbon. Analisis stratigrafi sikuen memerlukan data yang menyeluruh dari berbagai disiplin ilmu geologi, termasuk biostratigrafi. Secara hipotesis, biostratigrafi (foraminifera) dapat dijadikan alat untuk mengidentifikasi sikuen. Studi kasus di daerah lintang rendah telah dilakukan dan beberapa parameter seperti asosiasi biofasies, bioevent, kelimpahan, serta keragaman dan komposisi fauna telah dicoba diterapkan untuk mencari pola atau karakteristik tertentu yang dapat dijadikan alat untuk mengidentifikasi sikuen. Peran biostratigrafi foraminifera sebagai alat dalam interpretasi sikuen tampaknya dipengaruhi oleh lingkungan tempat endapan sedimen ditemukan. Pada endapan laut dangkal, meskipun resolusi umur kurang baik, batas sikuen, komponen sikuen, dan beberapa horison dalam sikuen akan lebih dapat dikenali dari pola sebaran foraminiferanya sebaliknya, pada laut dalam, meskipun resolusi umur akan lebih baik, unsur lain kurang terlihat dengan baik, kecuali bidang condensed section yang berasosiasi dengan maximum flooding surface

Monday, December 20, 2010

Stratigraļ¬ gunung api daerah Bandung Selatan, Jawa Barat

By Rasyid Alamsyah
270110090138

Secara keseluruhan, daerah Bandung bagian selatan tersusun oleh batuan hasil kegiatan gunung api. Penelitian di wilayah ini dilandasi keinginan untuk memahami geologi gunung api di daerah Bandung dan sekitarnya termasuk asal-usul pembentukan Cekungan Bandung (Bronto & Hartono, 2006). Cekungan Bandung hampir dikelilingi oleh gunung api; bahkan di tengah-tengahnya juga terdapat batuan gunung api (Silitonga, 1973; Alzwar drr., 1992). Informasi mengenai mengapa dan bagaimana daerah Bandung sampai dikuasai oleh batuan gunung api sangat diperlukan guna mengetahui lebih lanjut potensi sumber daya sekaligus bencana geologi akibat kegiatan gunung api. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah vulkanisme di daerah Bandung Selatan. Penelitian mencakup analisis citra landsat, geomorfologi, dan stratigrafi gunung api berdasarkan data lapangan yang dilengkapi dengan data petrografi , serta penentuan umur mutlak batuan. Hasil olahan data itu untuk mengetahui urut-urutan peristiwa vulkanisme berdasarkan sumber dan waktu pembentukan batuan gunung api yang ada di daerah penelitian. Berbagai macam batuan tersebut dikelompokkan ke dalam satuan-satuan batuan berdasarkan satuan stratigrafi gunung api termasuk sumber erupsi gunung api yang menghasilkannya (Martodjojo dan Djuheni, 1996). Data stratigrafi gunung api dan struktur geologi yang ada dituangkan ke dalam peta geologi tematik gunung api. Permasalahan utama di dalam penelitian ini adalah
menentukan sumber erupsi dan sebaran batuan, komposisi batuan, serta penentuan umur kegiatan gunung api.
Daerah penelitian mencakup wilayah Kabupaten Bandung bagian selatan, Propinsi Jawa Barat (Gambar 1), antara kota Majalaya di sebelah timur sampai dengan Soreang di sebelah barat, serta Pangalengan di sebelah selatan. Daerah penelitian dapat dicapai dengan kendaraan roda empat, tetapi untuk penjelajahan medan, melalui jalan setapak dan aliran sungai, dilakukan dengan jalan kaki. Berdasarkan pembagian peta dasar rupa bumi skala 1:25.000

STRATIGRAFI GUNUNG API


Dari analisis citra landsat, penelitian langsung di lapangan dan penentuan umur radiometri dapat
diidentifi kasi kerucut gunung api tertua sampai termuda yang mencerminkan stratigrafi gunung api tersebut. Pembagian satuan batuan mengacu kepada stratigrafi gunung api di dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (Martodjojo dan Djuheni, 1996) dengan mengetengahkan sumber asal erupsi gunung api. Parameter komposisi litologi tidak cukup kuat menjadi pemisah satuan batuan, karena di dalam kegiatan vulkanisme suatu sumber erupsi gunung api dapat menghasilkan komposisi berbeda. Sebaliknya, pada sumber erupsi dan umur berbeda dapat menghasilkan komposisi batuan yang sama. Berdasarkan sumber erupsinya, batuan gunung
api di daerah Bandung Selatan dapat dibagi menjadi sembilan satuan batuan ditambah satuan batuan Piroklastika Pangalengan (PP) dan Endapan Aluvium (Al; Gambar 3). Seluruh satuan batuan dan endapan tersebut menumpang di atas batuan gunung api Miosen (MiV, 12,0 ± 0,1 jtl.) yang berada di bawah permukaan (Pertamina, 1988; vide Soeria- Atmadja drr., 1994). Batuan gunung api tertua di daerah Bandung Selatan ini didapatkan berdasarkan data pemboran Geotermal di bawah Gunung Wayang, berupa lava andesit piroksen kapur alkali. Ke sembilan satuan batuan gunung api tersebut (Tabel 2a dan 2b) adalah:
1. Satuan Batuan Gunung Api Soreang (SV),
2. Satuan Batuan Gunung Api Baleendah (BV),
3. Satuan Batuan Gunung Api Pangalengan (PV),
4. Satuan Batuan Gunung Api Tanjaknangsi (TV),
5. Satuan Batuan Gunung Api Kuda (KV),
6. Satuan Batuan Gunung Api Kendang (KdV),
7. Satuan Batuan Gunung Api Dogdog (DV),

8. Satuan Batuan Gunung Api Wayang-Windu (WV), dan
9. Satuan Batuan Gunung Api Malabar (MV).

Satuan Batuan Gunung Api Soreang (SV)

Satuan batuan ini tersebar di sudut barat laut daerah penelitian, atau di barat laut kota Soreang
yang merupakan ibu kota Kabupaten Bandung. Dari citra landsat kawasan Gunung Soreang berbentuk membulat, sehingga puncaknya dinamakan Gunung Buleud, dan mempunyai relief paling kasar dibandingkan dengan kawasan gunung api yang lain. Di bagian tengah terdapat morfologi cekungan melingkar yang diperkirakan sebagai fasies sentral gunung api purba tersebut. Batuan pada fasies proksimal membentuk punggungan perbukitan yang melandai
ke arah fasies medial, tetapi berlereng curam menuju fasies sentral (Gambar 4). Agak terpisah di tepi timur laut terdapat tinggian yang juga mempunyai bentuk bukaan ke arah timur menghadap ke Dataran Bandung. Bentuk tinggian dan bukaan tersebut diperkirakan sebagai kerucut gunung api kedua didalam kawasan Gunung Soreang. Batuan penyusun yang tersingkap di Dusun Sindangsari, Desa Kutawaringin adalah lava dasit (lokasi 7o 00’ 14,7” LS – 107o 31’ 07,8” BT; Gambar 5). Batuan beku ini berwarna abu-abu terang, sangat keras, bertekstur porfi roafanitik, berstruktur massif sampai berlubang halus, mengandung fenokris plagioklas, horenblenda, dan kuarsa di dalam massa dasar afanitik. Berdasarkan hasil penelitian Sunardi dan Koesoemadinata (1999) di Selacau dan Paseban yang berada di sebelah utara kawasan Gunung Soreang, maka gunung api purba tersebut diperkirakan aktif pada umur Pliosen Bawah atau sekitar 4,0 jtl.

Satuan Batuan Gunung Api Baleendah (BV)

Satuan batuan ini terletak di bagian tengah daerah penelitian. Sebaran ke arah utara – selatan berada di wilayah Kecamatan Baleendah dan Kecamatan Arjasari. Ke arah barat dan timur satuan batuan ini melebar ke wilayah Kecamatan Banjaran dan Kecamatan Ciparay. Secara morfologi satuan batuan ini membentuk perbukitan dengan puncak bernama Gunung Geulis (1154 m) di bagian barat, Gunung Pipisan (1071 m) di bagian tengah, dan Gunung Bukitcula (1073 m) di bagian timur. Berdasar analisis morfostratigrafi , terdapat tiga fase gunung api purba. Fase pertama adalah kerucut gunung api tertua yang terletak di bagian timur dengan puncak sekarang Gunung Bukitcula yang berumur 3,20 juta tahun (Sunardi & Koesoemadinata, 1999). Fase kedua merupakan kerucut gunung api di sebelah barat dengan puncak Gunung Geulis dan Gunung Pipisan yang berumur 2,80 juta tahun. Fase ketiga adalah kerucut gunung api di sebelah selatan-tenggara yang membentuk morfologi seperti bulan sabit membuka ke barat daya. Puncak sisa gunung api purba fase ketiga ini adalah Gunung Tikukur (1020 m). Tubuh bagian selatan kompleks Gunung Baleendah ini sudah terpotong oleh sesar dan menjadi blok turun yang kemudian ditutupi oleh batuan gunung api Malabar, namun demikian morfologi
fasies proksimal lereng utara Gunung Baleendah ini masih terlihat cukup jelas (Gambar 6). Satuan batuan ini utamanya tersusun oleh perlapisan aliran lava andesit (Gambar 7) dengan sisipan breksi piroklastika. (Gambar 8). Secara umum, kedudukan perlapisan batuan miring ke utara seiring melandainya punggungan perbukitan. Lava andesit itu berwarna abu-abu, bertekstur porfiroafanitik, berstruktur masif sampai berlubang halus - sedang. Komposisi mineral fenokris adalah plagioklas, piroksen, dan horenblenda yang tertanam di dalam massa dasar afanitik. Breksi piroklastika berwarna putih abu-abu lapuk, mengandung bom kerak roti yang tertanam di dalam matriks tuf-lapili

Korelasi Stratigrafi Satuan Batuan Gunung Api di Daerah Bandung Selatan

Satuan Batuan Gunung Api Pangalengan (PV)

Satuan batuan ini tersebar di barat laut, selatan, dan tenggara Dataran Tinggi Pangalengan. Di bagian barat laut Gunung Pangalengan purba meninggalkan dua puncak, yakni Gunung Tilu (2056 m) dan Gunung Lamajang (1758 m), sedangkan salah satu puncak di bagian tenggara adalah Gunung Kancana (2199 m). Bentang alam Gunung Tilu dan Gunung Lamajang melandai ke barat laut tetapi membentuk gawir terjal ke tenggara (Gambar 9) atau menghadap ke Dataran Pangalengan dan Situ Cileunca. Sebaliknya, Gunung Kancana (2199 m) melandai ketenggara dan membentuk lereng terjal ke utara dan barat laut menghadap ke Dataran Pangalengan dan Situ Cileunca. Penampakan itu menunjukkan fasies proksimal kerucut Gunung Pangalengan purba yang tersusun terutama oleh aliran lava basal (lokasi 7o 09’ 28,9” LS – 107o 32’ 56,0” BT ). Jarak antara Gunung Tilu-Lamajang di sebelah barat laut hingga Gunung Kancana di bagian tenggara sekitar 20 km. Diperkirakan Dataran Pangalengan dan Situ Cileunca sekarang ini merupakan bekas Kaldera Pangalengan yang meletus besar setelah fase konstruksi kerucut komposit Gunung Pangalengan. Kaldera Pangalengan kemudian ditutupi oleh produk gunung api lebih muda di sekelilingnya, termasuk munculnya Gunung Windu di bagian tengah dan Gunung Malabar di tepi utara.

Satuan Batuan Gunung Api Tanjaknangsi (TV)

Gunung Tanjaknangsi terletak di sebelah barat laut Gunung Tilu - Lamajang dan ke barat laut berbatasan dengan G. Soreang. Selain G. Tanjaknangsi sendiri (1505 m), di sebelah selatan dan utaranya terdapat dua puncak, masing-masing Gunung Tikukur (1399 m) dan Gunung Bubut (1341 m). Celah lebar di bagian puncak yang membuka ke timur laut dan barat diperkirakan bekas kawah atau fasies pusat gunung api tua ini. Pada fasies proksimal- medial, batuan penyusun terdiri atas aliran lava, breksi piroklastika, batulapili, tuf, dan breksi lahar (lokasi 7o 02’ 41,0” LS – 107o 29’ 57,2” BT, Gambar 10). Secara fi sik aliran lava tersebut berupa breksi
autoklastika sampai membentuk batuan beku masif. Aliran lava berkomposisi andesit basal, berwarna abu-abu gelap, bertekstur porfi roafanitik, struktur masif sampai berlubang halus - sedang. Fenokris terdiri atas piroksen dan plagioklas yang tertanam di dalam massa dasar afanitik. Breksi tuf dan tuf lapili merupakan batuan piroklastika yang mengandung fragmen bom dan blok gunung api di dalam matriks abu gunung api. Breksi lahar dicirikan oleh bentuk fragmen menyudut tanggung - membulat tanggung, yang mengambang di dalam matriks, dan terdiri atas aneka bahan. Berdasarkan analisis morfologi gunung api, Gunung Tanjaknangsi muncul pada lereng utara Gunung Pangalengan sehingga gunung api itu diperkirakan sebagai kerucut parasit Gunung Pangalengan.

Satuan Batuan Gunung Api Kuda (KV)

Gunung Kuda merupakan sebuah kerucut gunung api yang sangat besar di sebelah barat daerah penelitian. Berdasarkan citra landsat gunung api ini mempunyai kaldera yang membuka ke arah
selatan – barat daya. Daerah penelitian hanya mencakup fasies proksimal - medial bagian timur.
Bagian ini masuk menjorok atau mengisi Dataran Pangalengan bagian barat, sehingga hal itu menjadi penunjuk bahwa kegiatan Gunung Kuda terjadi setelah pembentukan Kaldera Pangalengan. Pada umumnya batuan penyusun sudah sangat lapuk menjadi tanah berwarna merah coklat. Batuan segar berupa bongkah (lokasi 7o 12’ 16,1” LS – 107o 31’ 22,5” BT) menunjukkan komposisi andesit basal piroksen. Batuan berwarna abu-abu, bertekstur porfiro afanitik, struktur masif sampai berlubang halus, fenokris terdiri atas plagioklas dan piroksen berbutir halus - sedang (1-3 mm) tertanam di dalam massa dasar afanitik.

Satuan Batuan Gunung Api Kendang (KdV)

Batuan Gunung Kendang tersebar di bagian timur daerah penelitian atau di sebelah utara Gunung
Papandayan. Ada dua puncak dari gunung api ini, yaitu Gunung Kendang (2617 m) di sebelah
selatan dan Gunung Guha (2397 m) di sebelah utara. Dari citra landsat, deretan Gunung Guha dan Gunung Kendang membentuk morfologi bulan sabit membuka ke timur. Daerah penelitian merupakan tubuh bagian barat Gunung Kendang (Gambar 11). Bagian ini masuk menjorok atau mengisi Dataran

STRUKTUR GEOLOGI

Analisis citra landsat menunjukkan bahwa kelurusan pada umumnya berarah tenggara – barat laut dan timur tenggara - barat barat laut. Kelurusan yang diyakini sebagai sesar memotong Kaldera Malabar mengakibatkan bentuk perbukitan terpotong-potong dan membentuk gawir di sekitar Pasir Panjang (lokasi 7o 14’ 25,9” LS – 107o 38’ 51,7” BT dan 7o 14’ 48,4” LS – 107o 37’ 51,0” BT). Kelurusan yang memotong lereng barat laut Gunung Tanjaknangsi menunjukkan adanya kekar sejajar dan intensif pada lokasi 06/SB/13. Sesar yang cukup jelas ditemukan buktinya di lapangan adalah Sesar Tarikolot (lokasi 7o01’ 56,4” LS – 107o 36’ 28,3” BT), di mana blok selatan relatif turun terhadap blok utara. Sesar Tarikolot ini memotong batuan gunung api purba Baleendah.

SEJARAH GEOLOGI GUNUNG API

Vulkanisme di daerah Bandung Selatan ini dimulai dari erupsi gunung api pada Kala Miosen (lk. 12 jtl.) yang menghasilkan aliran lava andesit piroksen kapur alkali (MiV) yang pada saat ini sudah tertimbun di bawah batuan gunung api Kuarter Wayang- Windu. Kegiatan gunung api berikutnya pada umur Pliosen (4 – 2,6 jtl.) membentuk Gunung Soreang (SV) dan Gunung Baleendah (BV) yang berkomposisi dasit dan andesit. Pada Kala Plistosen Gunung Pangalengan purba membangun diri membentuk kerucut komposit berkomposisi basal (PV). Sebagai parasit Gunung Pangalengan adalah Gunung Tanjaknangsi (TV) yang muncul di lereng barat laut. Gunung Pangalengan ini kemudian meletus besar membentuk Kaldera Pangalengan yang menghasilkan Batuan Piroklastika Pangalengan bagian bawah (PV). Kaldera Pangalengan ini selanjutnya ditutupi oleh satuan batuan Gunung Kuda (KV) di sebelah barat dan Gunung Kendang (KdV) di sebelah timur. Gunung api yang disebutkan terakhir itu mempunyai kerucut parasit pada lereng utara yang disebut Gunung Dogdog (DV). Sementara itu di tengah-tengah Kaldera Pangalengan muncul Gunung Windu (WV) yang berkomposisi andesit dan di tepi utara muncul Gunung Malabar yang berkomposisi basal – andesit basal (MV). Hasil letusan gunung api tersebut membentuk satuan batuan Piroklastika Pangalengan bagian atas (PP) yang diendapkan di dataran tinggi Pangalengan. Pengerjaan ulang batuan gunung api tersebut membentuk endapan aluvium yang disalurkan melalui aliran Ci Tarum beserta anak-anak cabangnya untuk kemudian diendapan di dalam Cekungan Bandung. Kemunculan gunung api tersebut tidak lepas dari pengaruh kegiatan tektonika dan pensesaran di daerah Bandung Selatan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Bentang alam daerah Bandung Selatan terdiri atas pegunungan (1300 – 2300 m) di bagian selatan, perbukitan (lk. 1000 m) di bagian tengah dan dataran tinggi Bandung di bagian utara (700 m) serta dataran tinggi Pangalengan, (1400 m) di bagian selatan. Sungai utama di daerah ini adalah Ci Tarum, yang mempunyai tiga cabang yakni Ci Hejo, Ci Sangkuy, dan Ci Widey. Batuan gunung api dibagi menjadi sebelas satuan batuan, sembilan di antaranya teridentifi kasi sumber erupsinya, berumur Tersier sampai dengan Kuarter - masa kini. Secara stratigrafi s, ke sembilan satuan batuan gunung api tersebut adalah Satuan Batuan Gunung Api Soreang (SV), Baleendah (BV), Pangalengan (PV), Tanjaknangsi (TV), Kuda (KV), Kendang (KdV), Dogdog (DV), Wayang-Windu (WV), dan Satuan Batuan Gunung Api Malabar (MV). Satuan Batuan Piroklastika Pangalengan (PP) berasal dari banyak sumber erupsi gunung api, sedangkan Endapan Aluvium (Al) merupakan hasil pengerjaan ulang seluruh batuan gunung api primer tersebut di atas. Pada umumnya batuan berkomposisi basal-andesit basal dan andesit, hanya
produk Gunung Soreang yang berkomposisi dasit. Dijumpainya batuan gunung api Tersier bersamasama dengan batuan gunung api berumur Kuarter di daerah Bandung Selatan ini mendukung Konsep Tumpang Tindih Vulkanisme (Super Imposed Volcanisms, Bronto drr., 2006). Sistem sesar berarah tenggara-barat laut dan timur tenggara – barat barat laut diperkirakan ikut mengontrol kemunculan gunung api di daerah penelitian. Indikasi mineralisasi logam sulfi da terdapat di fasies sentral Gunung Soreang, Gunung Kuda, dan Gunung Dogdog. Untuk mengetahui sejauh mana potensi sumber daya mineral di daerah Bandung Selatan ini, maka diperlukan penelitian khusus mineralisasi. Daerah Bandung Selatan juga mempunyai potensi bencana geologi, meliputi gempa bumi tektonik, letusan gunung api, dan tanah longsor. Untuk mengantisipasi kemungkinan buruk tersebut, maka penelitian dan mitigasi bencana geologi juga disarankan untuk dilakukan oleh pihak yang berwenang.


MineScape Mine Planning and Design Software

Oleh : Arie Triananda 270110090002

MineScape dikembangkan untuk memenuhi berbagai tuntutan dalam industri pertambangan, dan digunakan di lebih dari 100 perusahaan pertambangan di Indonesia. Minescape adalah solusi lengkap bagi operasi tambang open cut dan underground. MineScape memiliki fungsi pemodelan geologi dan desain tambang yang luas sehingga menjadi solusi pertambangan terkemuka di Indonesia. Dengan berbagai macam fitur yang dimiliki, Minescape menawarkan kemudahan penggunaan melalui:
  • Graphical Task Interface (GTi) yang menggabungkan berbagai macam fungsi Minescape
  • Tampilan yang intuitif
  • Semua data dan model 3D dapat diakses oleh banyak user secara bersamaan
  • Menyediakan CAD 3D
  • Tersedianya MineScape Explorer untuk melihat project dan mengolah data.
  • Dapat digunakan oleh banyak user dalam suatu network
  • Memiliki fungsi pemodelan stratigraphy yang kompleks termasuk patahan naik.
  • Gabungan antara database geologi dengan pemodelan dan grafis 3D
Semua produk Minescape telah terintregasi dan dapat diakses oleh banyak user dengan database tunggal dalam suatu network. Setiap produk melakukan pemrosesan data tertentu disertai dengan fungsi perencanaan pertambangan lainnya. Saya akan memberi sedikit tutorial bagaimana mengoperasikan software ini.


Untuk memulai MINESCAPE harus membuka terlebih dahulu icon MINESCAPE, maka akan muncul kenampakan seperti dibawah ini:
image002
lalu create project untuk membuat project baru, atau klik project name yang telah ada, kemudian akan masuk ke dalam program MINESCAPE. Untuk membuat projects baru maka akan muncul:
New Picture
clip_image002[8]
ok untuk memulai masuk kedalam projects MINESCAPE

MINESCAPE adalah fasilitas dari MinCom untuk pemrosesan data topografi. Data bisa berupa data X,Y,Z dalam format ASCII, dxf, dwg atau data-data lain.
Berikut adalah tahapan dalam pemrosesan data topografi :
1. MEMBUAT DESIGN FILE
Dari MINESCAPE EXPLORER: Klik folder design file, kemudian klik Create
New Picture (1)
Kemudian akan muncul tampilan sebagai berikut: New Picture (2)
setelah semua diisi klik “OK”

2. MEMASUKKAN DATA TOPOGRAFI KE DALAM DESIGN FILE
Dari MINESCAPE EXPLORER: Klik folder design file, kemudian klik Import
New Picture
kemudian akan muncul tampilan seperti dibawah ini:

New Picture
Klik “OK”

3. MENAMPILKAN POINT YANG TELAH DI IMPORT DILAYAR MINESCAPE.
Klik “open write file”, akan keluar seperti dibawah ini:
New Picture (1)
Kemudian klik “OK”, maka point akan muncul di layer.

4. MEMBUAT SHEET SPECS
Buka MINESCAPE EXPLORER, klik folder specs
New Picture
maka akan muncul:
New Picture (1)
kemudian klik “OK”, maka akan tampil seperti dibawah ini:
New Picture
Kemudian klik “OK”.
5. MEMBUAT GRIDSPEC
Buka MINESCAPE EXPLORER, kemudian mengikuti langkah disamping gambar:
New Picture (1)
Kemudian dilayar akan muncul sebagai berikut:
New Picture
klik “OK”, maka akan muncul:
New Picture (1) Klik “OK”

6. MEMBUAT BATAS “TRIANGLE”
Klik MODEL – TRIANGLE – DESIGN, maka akan muncul :

New Picture
kemudian klik “option”, maka akan muncul:
New Picture (1)
kemudian klik “OK”, untuk mengetahui hasilnya panggil layer dengan cara klik “layer”, maka akan tampil:
New Picture
lalu klik “OK”. Jadilah batas “triangle” dan dapat terlihat di monitor.
7. MEMBUAT GRID FILE
Buka MINESCAPE EXPLORER-GRID FILE-CREATE
New Picture (1)
maka akan muncul sebagai berikut:
New Picture
kemudian Klik “OK”
8. MEMBUAT DESIGN GRID
Klik MODEL-GRID-DESIGN, maka akan muncul:
New Picture (1)
Klik “OK”.
9. MENAMPILKAN GRID
Klik GRAPHICS-MESH-GRID, maka akan muncul:
New Picture (1)
maka akan muncul:
New Picture
maka akan muncul:
New Picture
maka akan muncul:
New Picture
Kemudian klik “OK”, maka kemudian tinggal di panggil “layer”nya dan “grid” pun akan tampil

10.MEMBUAT KONTUR
Klik GRAPHICS-CONTOUR, maka akan muncul:
New Picture (1) 
  








akan muncul:
New Picture
Kemudian
Pilih “Sheet Spec” yang sudah di buat.
Klik “Display”
Pilih warna yang diinginkan
kemudian klik “OK”, maka akan jadilah garis kontur yang dibuat, namun harus terlebih dahulu dipanggil layernya.
11. MEMBUAT PENAMPANG
Membuat garis “section” yang diinginkan, agar tidak kelebihan, maka dibutuhkan “batas topo”, setelah jadi garis “section”-nya
New Picture (1)
membuat “Design File” yang 2 Dimensi:
New Picture
klik “OK”
maka tahap memasukkan data: GRAPHICS-SECTION-ELEMENTS, muncul:
New Picture (1)
kemudian klik “OK”
 

Stratigrafi daerah Karangsambung


By: Muhammad Winniardli 270110090009

Batuan Pra Tersier/Luk ulo Melange Complex
Merupaka batuan tertua yang tersingkap di zone pegunungan serayu selatan yang berumur kapur tengah-paloecene (asikin,1974). Kelompok batuan ini disimpulkan sebagai kompleks melange yang terdiri dari graywacky, schist, lava basalt (pillow lava), gabro, batugampingmerah, rijang, lempung hitam yang bersifat serpihan. Semuanya merupakan campuran yang bersifat Tektonik.
Formasi Karangsambung
Merupakan kumpulan endapan olisthostrom, terjadi akibat pelongsoran karena gaya berat dibawah permukaan laut, melibatkan endapan sedimen yang belum mampat, berlangsung pada lereng parit dibawah pengaruh endapan turbidit. Merupakan sedimen Pond dan diendapkan diatas Bancuh Lukulo. Terdiri dari konglomerat polimik, lempung abu-abu, serpih dan beberapa lensa batugamping foraminifera besar. Hubungan tidak selaras dengan batuan Pra Tersier, berumur Eocene-Oligocene.
Formasi Totogan
Litologi berupa breksi dengan komponen batulempung, batupasir, batugamping, napal dan tufa. Berumur Oligocene-Miocene awal dan diendapka selaras diatas Fm. Karangsambung. Harloff (1933) dan Tjia HD (1966) menamakan sebagai Tufa Napalan I, sedangkan Suyanto & Roskamil (1974) menyebutnya dengan lempung breksi.
Formasi Waturanda
Litologi berupa batupasir vulkanik dan breksi vulkanik yang berumur Miocene awal-Miocene tengah, selaras diatas Fm. Totogan. Formasi ini mempunyai anggota Tuff, dimana Harloff (1933) menyebutnya sebagai Eerste Merger Tuff Horizon.
Formasi Penosogan
Diendapka selaras diatas Fm. Waturanda, litologi terdiri dari perselingan batupasir, batulempung, tufa, napal, kalkarenit. Berumur Miocene Awal-Miocene Tengah.
Formasi Halang
Menindih selaras diatas Fm. Penosogan, Litologi terdiri dari perselingan batupasir, batulempung, napal, tufa dan sisipan breksi. Merupakan kumpulan sedimen turbidit bersifat distal sampai proksimal, pada bagian bawah dan tengah kipas bawah laut, berumur Miocene ahkir-Pliocene.
Formasi Peniron
Diendapkan selaras diatas Fm. Halang, litologi terdiri dari breksi polimik dengan komponen andesit, batulempung, batupasir dengan masa dasar batupasir sisipan tufa, batupasir, napal dan batulempung, berumur pliocene.
Batuan Vulkanik Muda
Tidak selaras dengan yang dibawahnya, Litologi terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufan, dengan komponen andesit dan batupasir.


Sikuen Stratigrafi

Ria Fitriany
270110090011



Secara teori sikuen stratigrafi merupakan suatu metode pengendapan-pengendapan pada suatu cekungan sedimentasi, dan sikuen ini juga dapat diterapkan dalam suatu evaluasi eksplorasi hidrokarbon. Analisis stratigrafi sikuen memerlukan data yang menyeluruh dari berbagai disiplin ilmu geologi, termasuk biostratigrafi. Secara hipotesis, biostratigrafi (foraminifera) dapat dijadikan alat untuk mengidentifikasi sikuen. Studi kasus di daerah lintang rendah telah dilakukan dan beberapa parameter seperti asosiasi biofasies, bioevent, kelimpahan, serta keragaman dan komposisi fauna telah dicoba diterapkan untuk mencari pola atau karakteristik tertentu yang dapat dijadikan alat untuk mengidentifikasi sikuen. Peran biostratigrafi foraminifera sebagai alat dalam interpretasi sikuen tampaknya dipengaruhi oleh lingkungan tempat endapan sedimen ditemukan. Pada endapan laut dangkal, meskipun resolusi umur kurang baik, batas sikuen, komponen sikuen, dan beberapa horison dalam sikuen akan lebih dapat dikenali dari pola sebaran foraminiferanya sebaliknya, pada laut dalam, meskipun resolusi umur akan lebih baik, unsur lain kurang terlihat dengan baik, kecuali bidang condensed section yang berasosiasi dengan maximum flooding surface.

MAGNETOSTRATIGRAFI

BY ALFAUZAN AMIR/270110090008


Magnetostratigrafi merupakan salah satu metode dalam stratigrafi yang berdasarkan magnetis tubuh karakteristik batu atau teknik yang digunakan untuk kronostratigrafi tanggal urutan sedimen dan vulkanik. Prinsip magnetostratigrafi ialah menganalisa sampel untuk menentukan sisa detrital magnetisme (DRM).
DRM merupakan polaritas medan magnet bumi pada waktu lapisan diendapkan. Hal ini dimungkinkan karena ketika sangat halus mineral magnetik (<17 mikrometer) jatuh melalui kolom air, mereka menyesuaikan diri dengan medan magnet bumi. Mineral, pada dasarnya, berperilaku seperti kompas kecil.
Yang paling berguna untuk magnetostratigrafi properti magnetik hasil dari perubahan dalam arah magnetisasi dari batuan. Kristal dalam batu-batuan magnetis selaras dengan Bumi medan magnet. Bumi medan magnet telah berubah selama ribuan tahun dan arah magnetik yang 'tercatat' dalam kristal batu karena batu-batu menjadi magnet dalam arah medan magnet bumi pada waktu pembentukan mereka. Perubahan dalam medan magnet bumi disebabkan oleh pembalikan dalam polaritas medan magnet bumi, maka kutub magnet bumi berubah secara harfiah lokasi. Pembalikan polaritas bumi telah terjadi berkali-kali selama sejarah geologis.

Sunday, December 19, 2010

TUJUAN ANALISA STRATIGRAFI DAN PENGGUNAAN MODEL

By : Adam Syahbanu
270110090013



Dalam analisa stratigrafi hal yang penting adalah dengan menyederhanakan sesuatu yang kompleks menjadi hal yang sederhana maka digunakan model.
Model adalah penyederhanaan ideal dari kelompok sesuatu yang digunakan untuk mencoba mengerti (mempelajari) kondisi maupun proses alam yang kompleks.
Istilah-istilah yang sering digunakan dalam stratigrafi:
1. “Stratum”, yaitu kesatuan dari batuan yang berbeda dengan di atas dan di bawahnya. Stratum satu dengan stratum lain dibatasi dengan bidang perlapisan atau ciri lain yang membedakannya.
2. “Stratotipe” atau perlapisan jenis, yaitu tipe perwujudan alamiah satuan-satuan stratigrafi yang memberikan gambaran ciri umum dan batas-batas satuan stratigrafi.
Stratigrafi Gabungan, ialah satuan stratotipe yang dibentuk oleh kombinasi beberapa sayatan komponen Hipostratotipe, ialah sayatan tambahan (stratotipe sekunder)untuk memperluas keterangan pada stratotipe.
Lokasi tipe, ialah letak geografi semua stratotipe atau tempat mula-mula ditentukannya suatu satuan stratigrafi.
3. “Horizon”, ialah suatu bidang (dalam praktek; lapisan tipis di muka bumi atau di bawahnya) yang menghubungkan titik-titik kesamaan waktu.
4. Korelasi, ialah penghubungan titik-titik yang mempunyai kesamaan waktu.
5. Sebandingan, mempunyai arti yang lebih umum daripada korelasi, yaitu penghubungan antara satuan-satuan stratigrafi tanpa mempertimbangkan kesamaan waktu.
6. “Fasies’, ialah aspek fisika, kimia dan biologi suatu endapan dalam kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang sama dikatakan berbeda fasies, kalau kedua batuan tersebut berbeda ciri fisik, kimia dan biologinya.
7. “Litosome”, adalah masa batuan yang seragam yang dapat dibedakan dengan masa batuan yang lain. Sehingga satuan litostratografi dapat terdiri dari litosome atau beberapa litososme.
8. Satuan morfostratigrafi, yaitu pengelompokan satuan batuan berdasarkan atas bentuk permukaan (morfologi).
9. Arus turbid, yaitu arus yang terjadi akibat adanya suatu sedimen yang longsor secara tiba-tiba dengan kecepatan tinggi.
10. “Flysch”, yaitu suatu urutan endapan yang tebal yang merupakan suatu perulangan dari selang-seling antara pasir dan serpih.






Tujuan analisa stratigrafi
a. Rekonstruksi lingkungan pengendapan purba yang didapatkan dengan harapan lebih teliti.
b. Rekonstruksi paleogeografi yang lebih teliti.
c. Rekonstruksi sejarah geologinya lebih teliti.
d. Rekonstruksi pengendapan yang lebih teliti.
e. Penafsiran dari bagian-bagian sedimen yang prospektif mengandung mineral dan arah penyebarannya.
Misalkan: dijumpai bijih timah, maka bijih ini ditafsirkan terjadi pada tanggal yang braded (teranyam), dari pengertian tentang braded ini maka akan diketahui arah penyebarannya, yaitu mengikuti alur sungai purba.

Langkah-langkah dalam analisa stratigrafi:
a. Mengumpulkan data sebanyak-banyaknya.
b. Membuat kolom litologi selengkap mungkin dari data yang didapat dan diadakan pencatatan.
c. Jika ingin menyusun peta, kelompokkan urutan menjadi satuan-satuan.
d. Interpretasikan proses-proses yang berlangsung selama pembentukkannya.
e. Dari struktur dan tekstur yang dijumpai dan digabungkan dengan data yang ada dapat untuk menentukan lingkungan pengendapan.
f. Dengan mengetahui lingkungan pengendapan purba maka dapat dibatasi pengertian tentang prospek dan tidaknya bahan galian ekonomis atau minyak bumi misalnya, dengan demikian tidak membuang biaya dan tenaga paling tidak dapat mengurangi biaya eksplorasi